Pentingnya Perencanaan Kegiatan Alam Bebas
Pentingnya Perencanaan Kegiatan Alam Bebas
Kegiatan Alam Terbuka adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di lokasi yang masih alami baik berupa hutan, pegunungan, pantai, gua, dll. Kegiatan di alam terbuka saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif wisata, kegiatan pendidikan dan bahkan penelitian. Dan untuk masa sekarang kegiatan di alam terbuka lebih sering di lakukan oleh organisasi-organisasi yang menamakan dirinya sebagai Pecinta dan Penjelajah Alam. Namun dalam pelaksanaanya, kegiatan ini ternyata memiliki resiko yang cukup tinggi. Kegiatan Alam Terbuka justru sangat rentan terjadinya kecelakaan karena memang kegiatan ini dilaksanakan ditempat yang masih alami seperti kondisi perbukitan terjal, jurang, aliran sungai yang deras, dan kondisi alam lainnya yang berpotensi menimbulkan bahaya. Banyak kejadian kecelakaan dalam kegiatan di alam terbuka yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan maupun keterampilan yang dimiliki oleh para penggiatnya. Sesungguhnya hal ini dapat dihindarkan dengan memberikan pembekalan pengetahuan dan keterampilan sehingga para penggiat kegiatan alam terbuka mempunyai kemampuan yang memadai.
Collin
Mortlock, seorang pakar pendidikan alam terbuka, mengkategorikan kemampuan yang
diperlukan oleh para penggiat kegiatan alam terbuka sebagai berikut :
1.
Kemampuan
Teknis (technical skills), yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan
gerakan serta efisiensi penggunaan perlengkapan.
2.
Kemampuan
Kebugaran (fitness skills), mencakup kebugaran spesifik yang dibutuhkan untuk
kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan
pengkondisian tubuh terhadap tekanan lingkungan alam.
3.
Kemampuan
Kemanusiawian (human skills), yaitu pengembangan sikap positif ke segala aspek
untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi (kemauan),
kepercayaan diri, kesabaran, konsentrasi, analisa diri, kemandirian, serta
kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
4.
Kemampuan
Pemahaman Lingkungan (environment skills), yaitu pengembangan kewaspadaan terhadap
bahaya dari lingkungan yang spesifik.
Keempat
kemampuan tersebut tidaklah mudah untuk dikuasai dengan baik, namun perlu
diingat bahwa penguasaan kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam kegiatan
alam terbuka.
Dalam
merencanakan dan melakukan perjalanan, tentunya harus dilakukan persiapan yang
baik, sehingga kegiatan dapat dilakukan dengan aman dan nyaman, sehingga dapat
kembali dengan selamat. Setiap penggiat juga harus membekali diri dengan
pengetahuan dan keterampilan untuk mengatasi kesulitan yang mungkin saja
muncul, seperti kecelakaan, sakit, atau tersesat.
Tahapan
perencanaan perjalanan adalah sebagai berikut :
1.
Kita harus
dibekali dengan kemampuan untuk memilih, mengatur, serta menggunakan
perlengkapan dan perbekalan ; kemampuan teknis menggunakan alat bantu
perjalanan, seperti peta dan kompas ; kemampuan berkemah (camp craft) seperti
membuat bivak dan api. Penguasaan keterampilan ini akan membantu kita mengatur
teknik berjalan di gunung hutan, menebas dengan efektif, maupun mengatur
konsumsi makan dan minum.
2.
Diperlukan
kemampuan fisik yang baik, sehingga selain diperlukan kondisi tubuh yang sehat,
juga diperlukan latihan fisik yang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan.
Misalnya untuk pendakian gunung, latihan fisik naik turun bukit dapat dilakukan
dalam persiapan perjalanan, selain itu juga latihan mengangkat beban (ransel).
3.
Diperlukan
mental yang siap untuk menghadapi kegiatan berat di alam. Hal ini tidak dapat
diajarkan oleh pelatih, namun harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri.
Penguasaan yang baik pada tiga ketrampilan lainnya akan sangat membantu.
4.
Diperlukan
pemahaman yang baik terhadap kondisi alam yang akan dihadapi dan mencakup
bagaimana memilih waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan dan bagaimana cara mengantisipasi
kesulitan yang mungkin terjadi.
Keselamatan
(Safety)
Faktor
keselamatan (safety) harus dijadikan kerangka berfikir dalam berkegiatan di
alam terbuka. Untuk keadaan berbahaya, dapat dilakukan penggolongan faktor
penyebabnya, yaitu bahaya subyektif dan bahaya obyektif.
Bahaya
subyektif adalah potensi bahaya yang berada dibawah kendali manusia yang
melakukan kegiatan. Contohnya, pemilihan alat yang salah, cara penggunaan
peralatan yang tidak dikuasai dengan baik dan lain-lain. Bahaya obyektif adalah
bahaya yang berada di luar kendali manusia, misalnya badai, banjir, panas, dan
lain-lain. Semakin subyektif suatu bahaya maka akan semakin dapat diperkirakan
terjadinya dan dapat dihindarkan. Sebaliknya, semakin obyektif suatu bahaya
maka akan semakin sulit diperkirakan dan sulit dihindarkan.
Faktor
Perencanaan Perjalanan
Faktor yang
dapat dijadikan acuan dalam perjalanan adalah sebagai berikut :
1.
Faktor Alam,
mencakup pemahaman mengenai lokasi tujuan, medan yang akan dihadapi, iklim
daerah yang dituju, dan hal-hal berkaitan dengan lingkungan.
Pengantisipasiannya adalah dengan melakukan studi literatur yang baik, analisa,
informasi dari pemerintah setempat, dan lain-lain.
2.
Faktor Peserta,
mencakup pemilihan personil, kepemimpinan (leadership), hierarki,deskripsi
kerja, dan tanggung jawab peserta perjalanan, serta kemampuan dari setiap
peserta perjalanan.
3.
Faktor
Penyelenggara, mencakup permasalahan faktor teknis dan faktor non-teknis. Pada
perjalanan yang besar (ekspedisi), ada faktor semi-teknis. Faktor
Teknis adalah
daya upaya operasi yang berhubungan langsung dengan tingkat kesulitan medan.
Faktor Non-teknis adalah permasalahan daya dukung operasi yang tidak
berhubungan langsung dengan tingkat kesulitan medan. Faktor Semi-teknis untuk
ekspedisi besar dan kompleks adalah permasalahan daya dukung operasi yang
berhubungan langsung dengan tingkat kesulitan medan, namun bersifat non-teknis
(komunikasi, base-camp team, advance-team, take in& out team, rescue team,
delivery team) faktor ini berada daiantara faktor teknis dan non-teknis.
Tabel Jadwal
Kegiatan
Rencana yang
baik akan membagi kegiatan menjadi sejumlah tahapan yang mengacu pada waktu
yang tersedia dan cakupan pekerjaan. Tabel skedul membantu kita berpikir logis
tentang tahapan kegiatan. Biasanya untuk kegiatan-kegiatan besar, perlu disusun
tabel, namun untuk perjalanan-perjalanan yang biasa dilakukan dan tidak terlalu
rumit, tahapan ini otomatis akan kita lakukan.
Etika
Perjalanan
Dalam
perjalanan ke alam terbuka, kita akan melalui daerah serta lokasi di mana
terdapat adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan penduduk setempat yang
terkadang terasa aneh oleh kita yang tidak terbiasa, tergantung bagaimana kita
menyikapai adat tersebut, apakah akan diterima atau ditolak, namun hal-hal seperti
itu dapat dijadikan informasi awal untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai
daerah tersebut. Selain itu, ketika melakukan perjalanan di suatu daerah,
sebaiknya melapor kepada aparat setempat yang berwenang.
PERSIAPAN
PERBEKALAN DAN PERLENGKAPAN
Keberhasilan
suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perncanaan perlengkapan dan
perbekalan yang tepat. Dalam merencanakannya, beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu :
·
Mengenal jenis
medan yang akan dihadapi (misal : hutan, rawa, tebing, dll)
·
Menentukan
tujuan perjalanan (misal : penjelajahan, pelatihan, penelitian,
kemanusiaan/SAR, dll)
·
Mengetahui
lamanya perjalanan
·
Mengetahui
keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa
·
Memperhatikan
hal-hal khusus (misal : P3K atau obat-obatan tertentu, dsb)
Setelah
mengetahui hal-hal tersebut, kita dapat memilih perlengkapan dan perbekalan
yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi bebannya tidak melebihi kemampuan
membawanya. Perhitungan beban total untuk perorangan sebaiknya tidak melebihi
sepertiga berat badan (15-20kg).
Dari kegiatan
penjelajahan, kita mengenal beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan dengan
medannya, yaitu :
·
Pendakian
gunung
·
Perjalanan
menempuh hutan rimba
·
Penyusuran
pantai, sungai atau rawa
·
Penyusuran gua
·
Pelayaran
·
Perjalanan
ilmiah
·
Perjalanan
kemanusiaan
Dari tiap
kegiatan tersebut, kita mengelompokkan perlengkapan yang dibawa sebagai berikut
:
1.
Perlengkapan
dasar, meliputi : perlengkapan untuk pergerakan, ; perlengkapan untuk memasak,
makan, minum ; perlengkapan untuk Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) ; perlengkapan
pribadi
2.
Perlengkapan
Khusus, meliputi : perlengapan penelitian (misal: kamera, buku, dan alat-alat
khusus lainnya) ; perlengkapan penyusuran sungai (misal : perahu, dayung,
pelampung, dll) ; perlengkapan pendakian tebing (misal : tali, carabiner,
chock, piton, dsb)
3.
Perlengkapan
tambahan perlengkapan ini dapat dibawa atau tidak, misal : semir, kelambu,
gaiter, dll
MANAJEMEN
RESIKO
Ketika
merencanakan atau melaksanakan kegiatan alam bebas, sangat penting untuk mempertimbangkan
segala kebtuhan, teknik pelaksanaan dan rekomendasi teknik pelaksanaan. Hal ini
akan membuat penggiat alam bebas bisa melaksanakan kegiatan dengan profesional
dan aman. Juga harus dipastikan bahwa kegiatan itu dilaksanakan dengan standar
umum yang berlaku untuk kegiatan tersebut atau dalam istilah indusrialnya
disebut industrial best practice, dimana teknik ini telah terbukti handal dan
aman secara luas.
Hal – hal
yang harus dilakukan untuk menerapkan manajamen resiko alam terbuka:
1. Membuat
perencanaan
Kegiatan alam
bebas memerlukan perencanaan yang matang untuk mencegah insiden serta respon
yang harus dilakukan bila insiden benar – benar terjadi. Dokumen –
dokumen mengenai rencana kegiatan, teknis pelaksanan dan manajemen resiko bisa
dipakai untuk panduan dan bahan pelatihan. Untuk menyiapkan hal tersebut
harus telaten dan rajin, karena semua hal menyangkut kegiatan serta pelaksanan
tindakan darurat harus tertulis.
Dalam manajemen
resiko, semua penggiat alam yang akan terlibat harus ikut tentang manajemen
resiko. Semua perencanaan darurat harus tertulis dan harus diimplementasikan.
Rencana yang harus disusun antara lain;
a. Rencana
manajemen resiko
Rencana
manajemen resiko dibuat adalah untuk mengidentifikasi sumber bahaya yang mungkin
timbul pada kegiatan yang akan dilaksanakan dan langkah yang diambil. Manajemen
resiko harus mengidentifikasi semua sumber bahaya yang ada di lapangan dengan
jelas (lingkungan, alat, manusia) dan dampak terhadap bisnis bila insiden
tersebut terjadi.
Setelah
diidentifikasi, harus dibuat strategi untuk menghindari insiden yang
ditimbulkan resiko dan membuat ceklist.
1. Sumber bahaya di lapangan – contohnya berupa;
·
Lingkungan yang
ekstrim
·
Longsor
·
Gelap
·
Terbakar
matahari
·
Sengatan lebah
·
Angin
·
Kerusakan
mekanik
·
Kendaran lain
yang ugal – ugalan
·
Kondisi tali
pengaman
2. Sumber bahaya karena kelalaian manusia, dibagi dalam sudat pandang
individual, kelompok dan pemimpin – contohnya berupa;
Individual
(peserta)
|
Pemimpin
|
Kelompok
|
Tidak sadar
akan kondisi bahaya
Tidak
memiliki skill menghindari bahaya
Pembangkang
Bertindak
kurang bertanggung jawab
Bersikap sok
jagoan
Lemah/stamina
kurang
Takut
|
Tidak punya
pengetahuan yang cukup
Kesalahan
dalam menilai resiko
Skill mengelola
kelompok yang kurang
Manajemen
yang kurang efektif
Kesadaran
akan keselamatan kerja yang lemah
Latar
belakang budaya, cara menilai orang
|
Tidak bisa
bekerja sama
Gesekan antar
anggota
Kompetisi
internal yang berlebihan
Adanya
tekanan untuk berprestasi
Sikap yang
kurang peduli akan keselamatan
Adanya
blok/geng dalam kelompok
|
3. Sumber bahaya terhadap bisnis – contohnya berupa;
·
Ijin penggunaan
lahan dicabut/tidak diberikan lagi
·
Persepsi
negatif di masyarakat terhadapa kegiatan
·
Pembatalan
program
·
Penalti karena
insiden
·
Pembatasan
kegiatan/black list
·
Staf yang
mengundurkan diri
b. Rencana
perjalanan
Rencana
perjalanan yang tertulis dan terpetakan membuat penggiat mampu untuk
mengartikulasikan perjalanan sesuai dengan rute yang akan dilalui. Rencana
perjalanan merupakan manajemen resiko yang lebih spesifik. Identifikasi sumber
bahaya sesuai dengan rute yang dilalui dan tindakan pencegahan yang
dilakukan. Para penggiat harus paham dengan rencana perjalanan yang harus
mereka lakukan dan memastikan bahwa rencana tersebet terdokumentasi dengan
baik. Dokumen – dokumen perjalanan terdahulu bisa digunakan sebagai panduan
bila akan melakukan kegiatan/perjalanan yang sama.
c. Rencana
tanggap darurat
Rencana
perjalanan dibuat sesuai dengan suatu kegiatan yang dilakukan dalam suatu
program. Rencana ini dibuat untuk sebagi panduan bertindak dalam jangka pendek
bila terjadi insiden. Semua penggiat harus paham dengan rencana tanggap
darurat.
d.
Membuat SOP
SOP untuk
penggiat berupa arahan tertulis mengenai program yang telah direncanakan.
Berisi mengenai penjelasan tentang tingkat kecelakaan, bagaimana mengelolanya
dan sampai batas kondisi seperti apa (jumlah kerugian,tingkat cedera dll)
hingga bisa membuat keputusan.
e. Review
keselamatan
Dalam review
keselamatan, mengumpulkan data melalui interview, survey lapangan dan
mempelajari laporan untuk menilai standar dan manajemen keselamatan yang
dilakukan. Hasil review ini berupa rekomendasi – rekomendasi. Hal yang dibahas
dalam review ini meliputi;
·
Screening
·
Pengetahuan
akan keselamatan dari penggiat
·
Kualifikasi
penggiat
·
Sistem
pengelolaan resiko
·
Program
kegiatan
·
Prosedur
tindakan darurat
·
Logistik dan
fasilitas
·
Peralatan
·
Kesesuaian
program dengan para penggiat
Review keselamatan
bukanlah pengadilan terhadap sebuah program. Review ini memiliki keuntungan
jangka pendek dan jangka panjang terhadap sebuah program. Review ini bisa
menjadi sebuah ajang pelatihan keselamatan berkegiatan, karena forum ini
merupakan forum diskusi dan saling membagi pengalaman dalam melaksanakan suatu
kegiatan alam bebas. Kebijakan mengenai keselamatan dalam kegiatan alam bebas
lebih banyak dilakukan berdasarkan pengalaman – pengalaman pelaksana kegiatan
tersebut. Dengan review tersebut, bisa diperoleh prespektif lebih luas tentang
keselamatan suatu kegiatan, sehingga kebijakan yang diterapkan lebih merupakan
pengembangan dari pola – pola yang telah ada.
f. SAR
Dalam
pelaksanaan kegiatan alam bebas, SAR memerankan titik sentral dalam manajemen
resiko. Pengetahuan akan lokasi dan posisi tim SAR serta bagiamana menghubungi
mereka dalam kondisi darurat akan menentukan kondisi insiden selanjutnya.
Keberadaan tim SAR juga akan meningkatkan kondisi psikologis penggiat bahwa
mereka berkegiatan dalam kondisi aman.
2. Menerbitkan
standart minimum keselamatan dalam operasional
Setiap kegiatan
yang akan dilaksanakan harus memiliki standar operasional minimum. Hal ini
merupakan standar minimum kebutuhan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan
sehingga kegiatan tersebut layak untuk dilakukan.
Proses – proses
dalam tahap ini adalah :
1. Mengidentifikasi tentang hukum dan peraturan yang terlibat dalam
kegiatan :
·
Hukum yang
berlaku terkait penggunaan peralatan – penggunaan kendaraan i.e trike, mengemudi
truk
·
Ijin penggunaan
lahan kegiatan – ijin ini bisanya dikeluarkan oleh pemilik lahan yang dipakai
kegiatan, termasuk area yang bisa digunakan dan area yang terlarang
·
Peraturan lokal
terkait dengan pengamanan personel – peraturan tentang kesehatan personel,
tindakan yang mungkin melanggar aturan lokal
2. Mengidentifikasi dan melaksanakan teknik pelaksanaan yang sesuai untuk tiap
aktifitas.
·
Panduan – bisa
menggunakan dari berbagai sumber
·
Standar
nasional pelaksanaan suatu kegiatan – misal untuk untuk kegiatan selam dengan
melihat dokumen POSSI, paralayang melihat dokumen PLGI
3. Menentukan standar minimum manajemen resiko, cek dengan pertanyaan :
·
Filosofi
kegiatannya apa?
·
Pasar
kegiatannya siapa?
·
Apa outcome
kegiatannya?
·
Skill dan pengetahuan
pesertanya tentang kegiatan yang akan dilaksanakan?
·
Institusi yang
terlibat?
·
Level kegiatan
yang mungkin bisa untuk dilaksanakan dengan kondisi yang ada?
3.
Penerapan Manajemen Resiko
Semua hal
diatas adalah dokumen tentang keselamatan serta sistem manajemen, implementasi
dilapangan menjadi panggung demonstrasi ketrampilan penggiat. Mereka
bertanggung jawab akan terlaksananya sistem keselamatan ini di lapangan.
Beberapa hal
yang harus diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan adalah;
a. Briefing
tentang resiko dan keselamatan (safety talks)
Beberapa
insiden yang terjadi dalam kegiatan alam bebas diakibatkan oleh kegagalan
menyampaikan resiko insiden yang bisa terjadi, sumber bahaya yang menyertai
kegiatan tersebut, perlengkapan yang digunakan serta apa yang harus dilakukan
dan tidak boleh dilakukan. Untuk menghindari pembicaraan yang panjang,
buatlah catatan, safety talk haruslah singkat dan mengandung informasi sebanyak
mungkin. Safety talk lebih baik dilaksanakan secara berkala
Komentar
Posting Komentar